Selasa, 05 Oktober 2010

Angklung Menangis di Negeri Sendiri


Angklung merupakan budaya asli dari kesenian Jawa Barat yang sudah berumur ratusan tahun. Kesenian yang benar-benar mempunyai nilai estetika yang tinggi. Bahkan kesenian angklung ini sudah merambah pada pasar internasional. Bahkan sudah banyak Negara asing yang mendirikan sekolah khusus untuk kesenian tardisional yang dianggap kampungan oleh sebagian besar remaja Indonesia.
Animo ketertarikan turis mancanegara, baik negara tetanggga maupun negara Barat terhadap kesenian Sunda, khususnya musik angklung memang terus meningkat. Seperti dituturkan Taufik yang merupakan salah seorang senima ranah Sunda, animo itu tampak tidak hanya dari frekuensi kunjungan turis yang hendak menonton pagelaran seni Sunda, namun juga dari tingginya permintaan pesanan alat musik angklung dari mancanegara.
Namun animo ketertarikan yang besar dari mancanegara tentang kesenian ini belum mampu untuk mengubah perspektif remaja terhadap kesenian ini. Sungguh kenyataan yang ironis. Ketika budaya yang begitu dihormati oleh bangsa lain harus menangis di negerinya sendiri.


Angklung, Instrumen Bambu Dari Jawa Barat
Alat musik Angklung terbuat dari bambu dan dimainkan oleh 12-14 pemain dengan cara digoyang-goyangkan atau diguncang-guncangkan, masing-masing dari angklung tersebut menghasilkan bunyi yang berbeda. Bambu tersebut memiliki tabung yang berbeda dan dipotong-potong dengan kepanjangan yang berbeda pula sehingga memiliki nada oktaf  yang berbeda dan 2, 3 atau 4 tabung dilindungi oleh frame atau bingkai.
Ketika bingkai diguncangkan, dua proyeksi di dasar dari tiap tabung sehingga berbunyi dengan serasi. Para pemain angklung dalam suatu kelompok harus mempunyai kekompakan, konsentrasi dan keserasian irama sehingga mereka dituntun untuk mengetahui kapan harus menggoyangkan angklung dan kapan goyangan atau guncangan itu harus dihentikan agar tercipta suatu keharmonisan irama dan nada.
Ada juga instrumen musik lain yang mengiringi pagelaran angklung antara lain terdiri dari Saron, Kendang dan Gong. Namun tetap saja sebagian besar peralatan yang digunakan berasal dari bambu. Angklung memiliki beberapa macam, yaitu: Angklung Caruk, Angklung Tetak, Angklung Paglak, Angklung Dwilaras, dan Angklung Blambangan.
Pada masa sekarang angklung biasanya ditampilkan dalam pagelaran-pagelaran kesenian, mulai tingkat nasional bahkan hingga  tingkat Internasional. Namun nama angklung yang begitu tersohor di manca negara belum mampu juga untuk memutar imej kampungan yang melekat di mata para remaja.

Angklung, Musik Alam Serta Kegundahannya
Angklung, merupakan budaya kesenian khas dari jawa barat yang sudah berusia ratusan tahun, suatu kesenian yang mempunyai nilai estetika yang tinggi. Yang memadukan antara nilai keindahan dan keterampilan serta suatu maha karya dari nenek moyang bangsa Pasundan. Kesenian ini merupakan kesenian yang begitu mengangumi alam. Bila kita mendengarkan permainan angklung maka yang ada dalam pikiran kita adalah alam dengan gunung hijau serta gemericik aliran sungai yang berkelok. Begitu indah dan damai.
            Pesona ini pulalah yang membuat angklung digemari di Negara asing dimana mereka membutuhkan kesenian yang memberikan suatu kedamaian di hati dan pikiran mereka.
            Ketertarikan kalangan mancanegara, baik negara tetangga maupun negara Barat terhadap kesenian angklung, memang terus meningkat. Hal itu dilihat dari tidak hanya dari frekuensi kunjungan turis yang hendak menonton pergelaran seni Sunda, namun juga dari tingginya permintaan pesanan alat musik angklung dari mancanegara.
Meski pesanan angklung tinggi, Saung Angklung Mang Udjo (salah satu sanggar kesenian angklung) yang telah berdiri sejak tahun 1966 hingga kini tetap memproduksi angklung dalam lingkup industri rumahan (home industry). Angklung diproduksi terbatas sesuai dengan jumlah pesanan. Belakangan, permintaan yang paling sering dan tinggi, menurut Taufik, datang dari Korea Selatan (Korsel) dan Malaysia.
Yang mengejutkan banyak dari pesanan angklung-angklung itu diperuntukkan bagi sekolah-sekolah dasar dan menengah di Korsel. Di sekolah- sekolah itu permainan musik angklung menjadi salah satu kegiatan ekstrakurikuler. Malaysia bahkan sengaja mengimport bambu hitam dari Indonesia hanya untuk di jadikan bahan pembuat angklung. Bahkan dalam slogan “The Truly Asia” mengambil angklung sebagai salah satu backgroundnya.
Di satu sisi, kita bisa merasa bahagia karena permainan musik angklung diminati oleh berbagai bangsa di dunia. Namun, di sisi lain ada seberkas keresahan yang sebaiknya kita resapi. Seharusnya, musik angklung merupakan alat musik orisinal khas Indonesia. Tetapi, ada pertanyaan yang belum terjawab atau sulit untuk dijawab tentang mengapa berbagai pihak dan kalangan masyarakat di Tanah Air kurang menganggap angklung sebagai aset pariwisata yang perlu diperhatikan eksistensinya, bahkan hanya dianggap suatu kesenian yang kampungan ketika harus memainkannya.
Sungguh kenyataan yang ironis serta tragis bagi kesenian luhur hasil kebanggan budaya sunda. Ketika kesenian yang begitu indah justru dicemooh dan dianggap suatu hal yang kampungan di negeri lahirnya sendiri sedangkan dianggap suatu hal yang hebat dan diterima dengan baik di negeri lain. Suatu hal yang bisa sangat menyayat hati si pencipta kesenian angklung tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar